Bagaimana menjadi wali bag. 12

Wali Allah seperti manusia lain, mempunyai akal dan perasaan. Tuntunan semula jadi mereka menyamai tuntutan semula jadi manusia biasa seperti makan, minum, tidur dan kawin. Mereka bukanlah manusia maksum seperti Rasul-rasul dan Nabi-nabi. Artinya, iman mereka masih dalam peringkat bertambah dan berkurang. Mereka mempunyai beberapa kelemahan tetapi sudah tentu mereka jauh lebih baik dan lebih sempurna daripada kita.
Walaupun begitu situasinya, namun wali-wali Allah tetap ada perbedaan dari manusia biasa yang terletak pada faktor hati. Hatilah yang menjadikan kedudukan manusia berbeda-beda disisi Allah dan berbeda-beda pada pandangan manusia. Segala tindak tanduk manusia lahir dari bagaimana bentuk hatinya, ibarat kuih yang terbentuk mengikut acuannya. Makrifat lahir dari hati yang patuh kepada Allah dan kemungkaran pula, lahir dari hati yang ingkar. Sabda Rasulullah : “Ketahuilah! Sesungguhnya didalam diri seseorang itu ada segumpal daging. Jika baik daging itu maka baiklah diri itu seluruhnya. Jika rusak daging itu maka rusaklah diri itu seluruhnya, ketahuilah, itulah dia hati (Riwayat Bukhari Muslim)
Wali-wali Allah tergolong dalam golongan orang-orang muqarrabin karna hati mereka terhias dengan sifat-sifat terpuji. Firman Allah : “Ingatlah, sesungguhnya wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak pula berduka cita. Mereka adalah orang-orang yang beriman dan senantiasa bertaqwa. Bagi mereka itu berita gembira dalam kehidupan didunia dan kehidupan di akhirat. Tidak ada perubahan bagi janji-janji Allah. Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar. (Yunus 62-64)
Biasanya wali-wali Allah tidak terkenal dengan kegagahan pada fisik atau tubuh badan seperti ahli-ahli tinju dunia, misalnya seperti Mike Tyson atau Muhammad Ali ketika berada dizaman kegemilangan mereka. Tetapi wali-wali Allah terkenal dengan kegagahan atau ketahanan pada hati mereka. Hati wali-wali Allah gagah dan tahan menanggung segala musibah hidup seperti sebatang pokok yang mampu menanggung pukulan ribut taufan karna kuat akar tunjangnya.
Segala musibah yang menggoncangkan hati orang awam tidak menimpa hati wali-wali Allah apabila ditimpa kepada mereka seperti kematian orang yang dikasihi, kemusnahan harta benda, kehilangan pangkat dan kedudukan, kemiskinan, difitnah, disingkir dari masyarakat atau kecacatan anggota lahir. Rabiatul Adawiyah bermadah : “Orang yang cinta kepada Allah itu hilang dalam melihat Allah hingga lenyap dirinya, dan dia tidak boleh membedakan yang mana sakit yang mana senang.”
Justru itu segala kesedihan, kesempitan, kegelisahan atau kekecewaan boleh dihadapi oleh wali-wali Allah dengan tenang, lapang, lega, bahagia dan dengan itu mampu untuk mengorak senyum. Seperti kisah Qais bin Asim yang tabah dan tenang menanggung musibah kematian anak. Suatu hari ketika Qais bin Asim sedang berehat-rehat maka masuklah jariahnya membawa panggang besi berisi daging panggang yang masih panas. Tanpa disengajai, pemanggang tersebut telah jatuh menimpa anak qais yang berada disitu. Si Anak itu menjerit kesakitan karna kepanasan sehingga membawa mati. Dengan tenang Qais melihat kejadian yang menyayat hati itu lalu berkata kepada jariahnya yang sudah pucat mukanya karna ketakutan, “Aku bukan saja tidak marah kepadamu, tetapi hari ini kamu aku merdekakan.”
hanya hati-hati wali saja yang boleh mencetuskan sikap tabah dan tenang seperti Qais bin Asim. Bukan Qais tidak sayangkan anaknya tetapi hatinya melihat segala sesuatu yang berlaku berada dalam pentadbiran Allah. Rasa kehambaan dihatinya pula menghalang untuknya memarahi jariah karna mana bisa seseorang yang mengetahui dirinya seorang hamba sanggup memarahi orang lain. Hanya rasa ketuanan saja yang membolehkan seseorang memarahi orang lain. Rasa sabar dan ridha di hati Qais pula membolehkan beliau melihat peristiwa yang menyayat hati dengan tenang dan mampu pula memerdekakan jariahnya dalam suasana yang harmoni.
Inilah hati wali-wali Allah, hati yang senantiasa bahagia sama ada didalam kesenangan atau kesusahan. Artinya di dunia lagi merka sudah merasai nikmat syurga yaitu syurga yang disegerakan.
Untuk mengenali hati wali-wali Allah secara lebih terperinci maka eloklah pula kita menghayati kata-kata Rasulullah kepada Sayidina Umar. Sabda Rasulullah SAW :
Bahwa terdapat dari kalangan hamba-hamba Allah (yang) mereka itu bukan Nabi, Bukan Syuhada', (tetapi) nabi-nabi dan para syuhada iri hati terhadap mereka karna kedudukan mereka pada hari kiamat disisi Allah. Berkata para sahabat : “Wahai Rasulullah, Kabarkan kepada kami siapakah mereka itu dan apa pekerjaan mereka, mudah-mudahan kami mengasihi mereka. Bersabda Nabi : Mereka itu adalah satu kaum yang sangat berkasih sayang karna Allah, sedangkan mereka tiada hubungan keluarga, dan tidak juga harta yang mengikat. Demi Allah! Muka mereka bercahaya-cahaya, mereka berada ditempat yang tinggi. Mereka tidak takut ketika orang-orang lain takut dan mereka tidak berduka cita ketika orang-orang lain berduka cita (Riwayat Abu Daud)
Dari hadits ini ada dua ciri hati wali-wali Allah. Pertama, sangat mencintai Allah dan kedua, sangat ikhlas dengan Allah.
Sangat mencintai Allah.
Hati Wali-wali Allah berada dibawah daripada taraf hati rasul-rasul dan nabi-nabi. Tauhid mereka kepada Allah mendekati tauhid para nabi. Kata pepatah melayu, “Tidak kenal maka tidak cinta”. Maka sesungguhnya cinta itu berbuah daripada perkenalan. Oleh karena Makrifah (Pengenalan) wali wali kepada Allah sangat tinggi maka cinta mereka kepada Allah sangat mendalam. Firman Allah Swt : “Dan orang-orang yang beriman sangat mencintai Allah.” (Al-Baqarah : 165)
Hati wali-wali Allah kekal dengan Allah dalam setiap waktu. Hati yang penuh rindu dan cinta kepada Allah menyebabkan mereka lupa diri, lupa makan minum dan tidak pedulikan orang lain melainkan Allah seperti seorang pemuda yang sedang mabok bercinta. Tidak ada yang membuat sedih hati wali-wali Allah melainkan apabila berpisah dengan Allah walaupun sedetik. Bagi mereka, sedetik hati berpisah dari Allah sudah dianggap sebagai satu dosa. Ada wali-wali yang mati dan hangus jantungnya apabila diberitahu mereka telah keluar dari majlis Allah.
Rabiatul Adawiyah senantiasa menangis karna memikirkan hubungannya dengan Allah. Orang bertanya kepadanya, mengapa beliau seringkali menangis. Jawab Rabiatul Adawiyah: “Aku Takut berpisah (hati) walaupun sedetik dengan tuhan dan aku tidak boleh hidup tanpa-Nya. Aku takut Tuhan berkata kepadaku tatkala hendak menghembuskan nafas terakhirku: “Jauhkan dia dari Ku karna dia tidak layak berada di majlis-Ku.”
Oleh karena hati wali-wali Allah sangat mendalam cintanya kepada Allah maka mereka senantiasa menyebut nama kekasihnya setiap hari. Firman Allah swt : “Mereka ang senantiasa mengingati Allah dalam waktu berdiri, waktu duduk dan waktu berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (serta berkata), “Ya Tuhan Kami,. Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.” (Ali Imran : 191)
Didalam hati mereka tidak punya apa-apa melainkan cinta kepada Allah. Sebab satu hati tidak mampu untuk menyimpan dua cinta. Firman Allah SWT selanjutnya : “Allah tidak menjadikan seseorang mempunyai dua hati dalam dadanya. (Al-Ahzab : 4)
Suatu hari anak Fudhail bin iyadh yang sedang berada dipangkuannya bertanya kepada Fudhail, “Bapa, Kasihkah bapa kepadaku?”
Fudhail menjawab, “Ya”
Kemudian anak itu bertanya lagi, “Adakah bapak cinta kepada Allah juga?”
“Ya”, Jelas Fudhail.
“Bapak, dua cinta tidak boleh terletak dalam satu hati.”
mendengar kata-kata dari anakya itu, fudhail mengganggap peringatan itu sebenarnya datang dari Allah. Beliau pun mengangkat anaknya dari pangkuannya dan selepas itu beliau tidak lagi mencintai anaknya. Beliau menghabiskan masanya dengan beribadat kepada Allah.
Wali-wali Allah sangat menjagai hati mereka dari jatuh cinta kepada yang lain selain dari Allah sampai kepada anak istri sendiri, lebih-lebih lagi kepada harta, pangkat atau kedudukan. Semasa Ibrahim bin Adham menjadi raja (sebelum terjun ke alam sufi meninggalkan kerajaannya), beliau ada seorang anak lelaki. Apabila anak lelakinya dewasa maka iapun bersama-sama ibunya yang merupakan seorang permaisuri keluar dari istana untuk mencari ayahnya. Apabila permaisuri melihat Ibrahim bin Adham maka berteriaklah ia, “Dialah Sultanku!”
Pertemuan itu telah menyebabkan ketiga anak beranak tersebut bercucuran air mata. Lantaran itu, anak Ibrahim telah jatuh pingsan. Apabila sadar, anaknya telah memberi salam maka dipeluk anak itu oleh Ibrahim. Lalu Ibrahim bertanya “Apa agamamu?”
“Islam” jawab anaknya
“Tahukah kamu Al-Quran?” tanya Ibrahim lagi.
“Ya” jawab anaknya lagi.
Tatkala Ibrahim bin Adham berdiri hendak meninggalkan mereka, anaknya terus memeluk kakinya dan permaisurinya merasa sangat sedih karna perjumpaan itu hanya sebentar. Lalu Ibrahim berdoa kepada Allah : “Aku sangat cinta kepada Mu Ya Allah, tidak kepada yang lain.” ketika itu juga anaknya itu menghembuskan nafasnya yang terakhir dalam pelukan ayahnya.
Murid-murid Ibrahim terkejut melihat peristiwa itu dan bertanya kepada beliau, apakah maksud peristiwa itu. Ibrahim menjawab: “Apabila aku mula-mula memeluk anakku itu. Perasaan cinta kepadanya berbunga di hatiku. Tiba-tiba terdengar suara berkata: 'Ibrahim, engkau cinta seluruhnya kepada-Ku, tetapi kenapa engkau cinta pula kepada yang lain? Buatlah pilihan apakah cinta kepadaKu saja atau cinta kepada anak dan istrimu.' dengan segera aku berdoa: “Dengarlah rayuanku wahai Tuhan, oleh karna cinta kepada anak telah menarik perhatianku daripada-Mu walaupun hanya sedetik, maka lebih baiklah Engkau cabut nyawaku atau nyawanya.”
Allah kabulkan doa Ibrahim bin Adham, lalu nyawa anaknya itupun dicabut. Peristiwa yang berlaku pada diri Ibrahim ini sesungguhnya menjelaskan betapa hati wali-wali Allah hanya boleh diisi dengan satu cinta saja yaitu cinta kepada Allah SWT.
hati wali adalah hati yang tidak putus mengingati Allah. Kalau terjadi kepada hatinya mengingati selain daripada Allah walaupun sedetik, maka Allah akan mengujinya dengan cobaan-cobaan. Selepas dicoba dengan bala ataupun nikmat, kalau semakin meningkat hubungan hatinya dengan Allah maka maqamnya akan ditingkatkan. Selepas dicoba dengan bala atau nikmat tetapi hubungan hatinya dengan Allah semakin tipis, maka maqam atau pangkatnya akan diturunkan.
Misalnya, katakanlah seorang wali Allah yang miskin diuji dengan limpahan nikmat. Wali Allah yang dipandang hina diuji menjadi popular. Wali Allah yang berjawatan dan berpangkat diuji dengan terlucut jawatan dan terhina. Wali Allah yang terasa didalam hatinya sesekali lebih mencintai istri daripada mencintai Allah akan diuji dengan kegoncangan rumah tangga. Wali Allah yang mencintai anak lebih daripada Allah diuji dengan ragam anak-anak atau lebih berat dari itu seperti ujian yang ditimpakan kepada Ibrahim bin Adham.
Dalam masa menghadapi ujian itu sekiranya hati para wali Allah lebih mendekati Allah dalam bentuk syukur, sabar atau redha dan menyelesaikan masalah mengikut panduan syariat. Maka maqamnya akan dinaikkan dan dihadiahkan kepadanya kebaikan hati dan peningkatan iman. Waktu ini berlakulah pertemuan yang intim antara hamba dengan Tuhan. Yang dimaksudkan pertemuan dengan Tuhan, bukan seperti bertemunya antara seekor semut dengan seekor semut yang lain, tetapi bertemunya antara sifat Tuhan dan sifat hamba: Tuhan adil, hamba adil, Tuhan sabar, hamba sabar. Tuhan pemaaf, hamba pemaaf. Inilah yang dimaksudkan pertemuan antara hamba dengan Tuhan sebelum pertemuan dihari Akhirat.

Sangat Ikhlas kepada Allah
selalunya orang yang berbudi mengharapkan balasan, seperti orang yang beribadah kepada Allah mengharapkan balasan syurga. Walaupun itu bukan satu dosa tetapi bagi wali Allah sikap tersebut adalah sikap peringkat rendah bagi mereka yang meniti jalan kesufian. Hati wali-wali Allah sangat ikhlas dalam beribadah, berjuang dan berkorban untuk Allah. Mereka tidak mengharapkan sembarang balasan yang ada di dunia maupun di Akhirat, malah ada yang menolak kalau mau dibalas.
Mereka beribadah, berjuang dan berkorban bukan juga atas dasar takut kepada Allah seperti seorang pekerja yang menjalankan tugas atas dasar takut kepada 'bos'nya. Mereka beribadah, berjuang dan berkorban adalah atas dasar cinta yang mendalam kepada Allah Swt. hati-hati wali Allah sama sekali tidak takut kepada siksa neraka tetapi mereka amat takut kalau terputus cinta dari Allah. Ada wali-walh Allah di dunia yang mati karna terlekang sebentar dari Allah SWT. Jeritan ahli-ahli syurga karna tidak dapat melihat wajah Allah lebih dahsyat dari jeritan ahli-ahli neraka yang menanggung azab siksa.
Seorang wali Allah perempuan berbisik kepada Allah, “Aku menyembah bukan karna takutkan Neraka-Mu, tidak juga karna harapkan Syurga-Mu tetapi karna kemuliaan cintaku kepada-Mu.” Rabiatul Adawiyah pula berbisik kepada Allah : “Tuhanku! Apa saja yang Engkau hendak kurniakan kepadaku berkenaan dunia, berikanlah kepada musuhku, dan apa saja kebaikan yang Engkau hendak kurniakan kepadaku berkenaan akhirat, berikanlah kepada orang-orang yang beriman. Aku hanya hendakkan Engkau karna Engkau. Biarlah aku tidak dapat Syurga ataupun Neraka. Aku hendak pandangan Engkau padaku saja.”
Seperkara lagi yang perlu diketahui, hati wali-wali Allah ini sangat lurus. Diantara kelurusannya ialah kalau wali-wali Allah berniat untuk melakukan sesuatu maka niatnya akan menjadi nazar. Maksudnya, niat mereka menjadi kewajiban untuk ditunaikan. Misalnya, wali-wali Allah berniat untuk sembahyang sepnajang malam maka mereka mesti berusaha untuk menunaikannya karna sudah menjadi satu kewajiban.
Suatu hari seorang wali Allah sedang mencangkul tanah untuk bercocok tanam. Tiba-tiba lalu sorang wali Allah yang terbang di udara. Wali Allah yang terbang diudara mengajak wali Allah yang sedang mencangkul tanah untuk pergi ke Mekkah. Tapi Wali Allah yang sedang mencangkul menolak karna dia sudah berniat dihatinya untuk mencangkul tanah dan bercocok tanam pada hari itu. Walaupun pergi ke Mekkah merupakan satu nikmat tetapi peluang tersebut terpaksa ditolak karna niatnya telah menjadi satu kewajiban yang mesti ditunaikan terlebih dahulu.
Hati wali-wali Allah juga sangat lurus dengan manusia. Mereka bukan saja sangat amanah dengan Allah tetapi juga sangat amanah dengan manusia. Menurut sebuah riwayat, seorang tuan kebun delima telah mengambil Ibrahim bin Adham sebagai pekerjanya karna beliau tidak mengenali pekerjanya itu adalah Ibrahim bin Adham, seorang wali besar yang terhormat. Pada suatu hari, tuan kebun delima menyuruh Ibrahim memetik buah delima yang manis. Ibrahim pun memetik beberapa biji tetapi didapati semuanya masam. Lalu tuannya berkata, “Kamu telah bekerja berbulan-bulan di kebun delimaku tetapi masih tidak dapat membedakan mana satu pokok delima yang manis dan mana satu pokok delima yang masam.”
Ibrahim menjawab: “Aku hanya digaji untuk menjaga kebun delima, bukan untuk merasainya.” tuan kebun itu berkata, “Jadi, kamu ini Ibrahim bin Adham!” Lalu Ibrahim pun menghilangkan diri dari situ.
Keluasan sifat-sifat terpuji pada hati wali-wali Allah tidak ada batasan seperti tidak ada batasannya 'rasa cinta' wali-wali kepada Allah Swt/ kalau lagu melayu mendendangkan 'Cinta itu ibarat lautan yang tidak bertepi', maka keluasan sifat-sifat terpuji pda hati wali-wali Allah itu lebih luas dari lautan yang tidak bertepi karna cinta dengan Allah adalah cinta derajat tinggi yang meliputi hingga ke alama malakut. Orang yang berenang dalam lautan cinta dengan manusia akan terasa perasaan yang aneh-aneh, maka wali-wali Allah yang berenang dalam lautan cinta dengan Allah pula akan merasakan rasa dan pandangan-pandangan yang luar biasa. Banyak rahasia Tuhan yang akan dibeberkan kepada wali-wali Allah seperti seorang pemuda yang akan menbeberkan segala rahasia hidupnya kepada wanita yang dicintai. Kata Imam Ja'far As-Shadiq : “Rahasia itu dibukakan kepadaku tatkala aku tenggelam dalam cinta dengan Allah.”
Antara rahasia-rahasia tuhan yang akan dibeberkan kepada wali-wali Allah ialah kemampuan membaca hati manusia. Ibrahim Ar-Raqi bercerita :
“Pada suatu hari, aku telah pergi ke rumah Abdul Khair at Tainani dan waktu itu masuklah waktu maghrib. Beliau menjadi imam dan aku dapati bacaan Fatehahnya tidak betul. Lantaran itu akupun berkata didalam hati, 'Sia-sia saja kedatangan aku ke sini hari ini'. Selepas sholat, aku turun keluar rumah untuk bersuci. Tiba-tiba muncul seekor harimau dan aku pun menjerit meminta tolong. Lalu Abdul Khair turun menghalau harimau tersebut sambil berkata: “Bukankah aku sudah katakan kepadamu, jangan ganggu tamu-tamuku!” Harimau itupun pergi dari situ karna mematuhi arahan Abdul Khair. Abdul Khair berkata kepadaku : “Kamu sibuk mengatur yang lahir maka kamu takut kepada harimau. Sedangkan kami sibuk mengatur yang batin maka harimau takut kepada kami.”
Orang awam tidak dapat mengetahui rahasia-rahasia tuhan karna hati mereka telah terisi dengan cinta kepada manusia. Cinta kepada manusia lebih banyak bersumber tuntutan hawa nafsu. Artinya, mereka menyediakan jembatan kepada syaithan untuk masuk kedalam hati karna syaithan hanya boleh meniti dihati manusia dengan adanya hawa nafsu. Maka masuklah syaithan-syaithan mengerumuni hati sehingga terhijab pandangan manusia dari Allah. Sabda Rasulullah yang maksudnya: “Hati manusia kalau tidak dikerumuni syaithan, niscaya ia akan melihat kerajaan langit”
wali-wali Allah juga disebut sebagai golongan Ulul AlBab. Berarti yang mempunyai mata hati. Maksudnya, mata hati wali-wali Allah sangat tajam dan mempunyai pandangan yang tembus dan cepas mengesan akan tipu daya syaithan dan tarikan hawa nafsu. Oleh itu janganlah kita mengartikan wali-wali Allah itu hanya golongan yang boleh mengadakan perkara-perkara magic atau ajaib. Perkara magic itu orang tidak wali pun boleh buat seperti Davic Copperfield dan ahli-ahli sihir Firaun. (Sumber buku “Bagaimana menjadi wali” Karya Ust. Abd. Halim Abbas Hal 88-99)

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...