Wali Allah seperti manusia lain,
mempunyai akal dan perasaan. Tuntunan semula jadi mereka menyamai
tuntutan semula jadi manusia biasa seperti makan, minum, tidur dan
kawin. Mereka bukanlah manusia maksum seperti Rasul-rasul dan
Nabi-nabi. Artinya, iman mereka masih dalam peringkat bertambah dan
berkurang. Mereka mempunyai beberapa kelemahan tetapi sudah tentu
mereka jauh lebih baik dan lebih sempurna daripada kita.
Walaupun begitu situasinya, namun
wali-wali Allah tetap ada perbedaan dari manusia biasa yang terletak
pada faktor hati. Hatilah yang menjadikan kedudukan manusia
berbeda-beda disisi Allah dan berbeda-beda pada pandangan manusia.
Segala tindak tanduk manusia lahir dari bagaimana bentuk hatinya,
ibarat kuih yang terbentuk mengikut acuannya. Makrifat lahir dari
hati yang patuh kepada Allah dan kemungkaran pula, lahir dari hati
yang ingkar. Sabda Rasulullah : “Ketahuilah! Sesungguhnya didalam
diri seseorang itu ada segumpal daging. Jika baik daging itu maka
baiklah diri itu seluruhnya. Jika rusak daging itu maka rusaklah diri
itu seluruhnya, ketahuilah, itulah dia hati (Riwayat Bukhari Muslim)
Wali-wali Allah tergolong dalam
golongan orang-orang muqarrabin karna hati mereka terhias dengan
sifat-sifat terpuji. Firman Allah : “Ingatlah, sesungguhnya
wali-wali Allah itu tidak ada kekhawatiran atas mereka dan tidak pula
berduka cita. Mereka adalah orang-orang yang beriman dan senantiasa
bertaqwa. Bagi mereka itu berita gembira dalam kehidupan didunia dan
kehidupan di akhirat. Tidak ada perubahan bagi janji-janji Allah.
Yang demikian itu adalah kemenangan yang besar. (Yunus 62-64)
Biasanya wali-wali Allah tidak terkenal
dengan kegagahan pada fisik atau tubuh badan seperti ahli-ahli tinju
dunia, misalnya seperti Mike Tyson atau Muhammad Ali ketika berada
dizaman kegemilangan mereka. Tetapi wali-wali Allah terkenal dengan
kegagahan atau ketahanan pada hati mereka. Hati wali-wali Allah gagah
dan tahan menanggung segala musibah hidup seperti sebatang pokok yang
mampu menanggung pukulan ribut taufan karna kuat akar tunjangnya.
Segala musibah yang menggoncangkan hati
orang awam tidak menimpa hati wali-wali Allah apabila ditimpa kepada
mereka seperti kematian orang yang dikasihi, kemusnahan harta benda,
kehilangan pangkat dan kedudukan, kemiskinan, difitnah, disingkir
dari masyarakat atau kecacatan anggota lahir. Rabiatul Adawiyah
bermadah : “Orang yang cinta kepada Allah itu hilang dalam melihat
Allah hingga lenyap dirinya, dan dia tidak boleh membedakan yang mana
sakit yang mana senang.”
Justru itu segala kesedihan,
kesempitan, kegelisahan atau kekecewaan boleh dihadapi oleh wali-wali
Allah dengan tenang, lapang, lega, bahagia dan dengan itu mampu untuk
mengorak senyum. Seperti kisah Qais bin Asim yang tabah dan tenang
menanggung musibah kematian anak. Suatu hari ketika Qais bin Asim
sedang berehat-rehat maka masuklah jariahnya membawa panggang besi
berisi daging panggang yang masih panas. Tanpa disengajai, pemanggang
tersebut telah jatuh menimpa anak qais yang berada disitu. Si Anak
itu menjerit kesakitan karna kepanasan sehingga membawa mati. Dengan
tenang Qais melihat kejadian yang menyayat hati itu lalu berkata
kepada jariahnya yang sudah pucat mukanya karna ketakutan, “Aku
bukan saja tidak marah kepadamu, tetapi hari ini kamu aku
merdekakan.”
hanya hati-hati wali saja yang boleh
mencetuskan sikap tabah dan tenang seperti Qais bin Asim. Bukan Qais
tidak sayangkan anaknya tetapi hatinya melihat segala sesuatu yang
berlaku berada dalam pentadbiran Allah. Rasa kehambaan dihatinya pula
menghalang untuknya memarahi jariah karna mana bisa seseorang yang
mengetahui dirinya seorang hamba sanggup memarahi orang lain. Hanya
rasa ketuanan saja yang membolehkan seseorang memarahi orang lain.
Rasa sabar dan ridha di hati Qais pula membolehkan beliau melihat
peristiwa yang menyayat hati dengan tenang dan mampu pula
memerdekakan jariahnya dalam suasana yang harmoni.
Inilah hati wali-wali Allah, hati yang
senantiasa bahagia sama ada didalam kesenangan atau kesusahan.
Artinya di dunia lagi merka sudah merasai nikmat syurga yaitu syurga
yang disegerakan.
Untuk mengenali hati wali-wali Allah
secara lebih terperinci maka eloklah pula kita menghayati kata-kata
Rasulullah kepada Sayidina Umar. Sabda Rasulullah SAW :
Bahwa terdapat dari kalangan
hamba-hamba Allah (yang) mereka itu bukan Nabi, Bukan Syuhada',
(tetapi) nabi-nabi dan para syuhada iri hati terhadap mereka karna
kedudukan mereka pada hari kiamat disisi Allah. Berkata para sahabat
: “Wahai Rasulullah, Kabarkan kepada kami siapakah mereka itu dan
apa pekerjaan mereka, mudah-mudahan kami mengasihi mereka. Bersabda
Nabi : Mereka itu adalah satu kaum yang sangat berkasih sayang karna
Allah, sedangkan mereka tiada hubungan keluarga, dan tidak juga harta
yang mengikat. Demi Allah! Muka mereka bercahaya-cahaya, mereka
berada ditempat yang tinggi. Mereka tidak takut ketika orang-orang
lain takut dan mereka tidak berduka cita ketika orang-orang lain
berduka cita (Riwayat Abu Daud)
Dari hadits ini ada dua ciri hati
wali-wali Allah. Pertama, sangat mencintai Allah dan kedua, sangat
ikhlas dengan Allah.
Sangat mencintai Allah.
Hati Wali-wali Allah berada dibawah
daripada taraf hati rasul-rasul dan nabi-nabi. Tauhid mereka kepada
Allah mendekati tauhid para nabi. Kata pepatah melayu, “Tidak kenal
maka tidak cinta”. Maka sesungguhnya cinta itu berbuah daripada
perkenalan. Oleh karena Makrifah (Pengenalan) wali wali kepada Allah
sangat tinggi maka cinta mereka kepada Allah sangat mendalam. Firman
Allah Swt : “Dan orang-orang yang beriman sangat mencintai Allah.”
(Al-Baqarah : 165)
Hati wali-wali Allah kekal dengan Allah
dalam setiap waktu. Hati yang penuh rindu dan cinta kepada Allah
menyebabkan mereka lupa diri, lupa makan minum dan tidak pedulikan
orang lain melainkan Allah seperti seorang pemuda yang sedang mabok
bercinta. Tidak ada yang membuat sedih hati wali-wali Allah melainkan
apabila berpisah dengan Allah walaupun sedetik. Bagi mereka, sedetik
hati berpisah dari Allah sudah dianggap sebagai satu dosa. Ada
wali-wali yang mati dan hangus jantungnya apabila diberitahu mereka
telah keluar dari majlis Allah.
Rabiatul Adawiyah senantiasa menangis
karna memikirkan hubungannya dengan Allah. Orang bertanya kepadanya,
mengapa beliau seringkali menangis. Jawab Rabiatul Adawiyah: “Aku
Takut berpisah (hati) walaupun sedetik dengan tuhan dan aku tidak
boleh hidup tanpa-Nya. Aku takut Tuhan berkata kepadaku tatkala
hendak menghembuskan nafas terakhirku: “Jauhkan dia dari Ku karna
dia tidak layak berada di majlis-Ku.”
Oleh karena hati wali-wali Allah sangat
mendalam cintanya kepada Allah maka mereka senantiasa menyebut nama
kekasihnya setiap hari. Firman Allah swt : “Mereka ang senantiasa
mengingati Allah dalam waktu berdiri, waktu duduk dan waktu berbaring
dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi (serta
berkata), “Ya Tuhan Kami,. Tiadalah Engkau menciptakan ini dengan
sia-sia, maha suci Engkau, maka peliharalah kami dari siksa neraka.”
(Ali Imran : 191)
Didalam hati mereka tidak punya apa-apa
melainkan cinta kepada Allah. Sebab satu hati tidak mampu untuk
menyimpan dua cinta. Firman Allah SWT selanjutnya : “Allah tidak
menjadikan seseorang mempunyai dua hati dalam dadanya. (Al-Ahzab : 4)
Suatu hari anak Fudhail bin iyadh yang
sedang berada dipangkuannya bertanya kepada Fudhail, “Bapa,
Kasihkah bapa kepadaku?”
Fudhail menjawab, “Ya”
Kemudian anak itu bertanya lagi,
“Adakah bapak cinta kepada Allah juga?”
“Ya”, Jelas Fudhail.
“Bapak, dua cinta tidak boleh
terletak dalam satu hati.”
mendengar kata-kata dari anakya itu,
fudhail mengganggap peringatan itu sebenarnya datang dari Allah.
Beliau pun mengangkat anaknya dari pangkuannya dan selepas itu beliau
tidak lagi mencintai anaknya. Beliau menghabiskan masanya dengan
beribadat kepada Allah.
Wali-wali Allah sangat menjagai hati
mereka dari jatuh cinta kepada yang lain selain dari Allah sampai
kepada anak istri sendiri, lebih-lebih lagi kepada harta, pangkat
atau kedudukan. Semasa Ibrahim bin Adham menjadi raja (sebelum terjun
ke alam sufi meninggalkan kerajaannya), beliau ada seorang anak
lelaki. Apabila anak lelakinya dewasa maka iapun bersama-sama ibunya
yang merupakan seorang permaisuri keluar dari istana untuk mencari
ayahnya. Apabila permaisuri melihat Ibrahim bin Adham maka
berteriaklah ia, “Dialah Sultanku!”
Pertemuan itu telah menyebabkan ketiga
anak beranak tersebut bercucuran air mata. Lantaran itu, anak Ibrahim
telah jatuh pingsan. Apabila sadar, anaknya telah memberi salam maka
dipeluk anak itu oleh Ibrahim. Lalu Ibrahim bertanya “Apa agamamu?”
“Islam” jawab anaknya
“Tahukah kamu Al-Quran?” tanya
Ibrahim lagi.
“Ya” jawab anaknya lagi.
Tatkala Ibrahim bin Adham berdiri
hendak meninggalkan mereka, anaknya terus memeluk kakinya dan
permaisurinya merasa sangat sedih karna perjumpaan itu hanya
sebentar. Lalu Ibrahim berdoa kepada Allah : “Aku sangat cinta
kepada Mu Ya Allah, tidak kepada yang lain.” ketika itu juga
anaknya itu menghembuskan nafasnya yang terakhir dalam pelukan
ayahnya.
Murid-murid Ibrahim terkejut melihat
peristiwa itu dan bertanya kepada beliau, apakah maksud peristiwa
itu. Ibrahim menjawab: “Apabila aku mula-mula memeluk anakku itu.
Perasaan cinta kepadanya berbunga di hatiku. Tiba-tiba terdengar
suara berkata: 'Ibrahim, engkau cinta seluruhnya kepada-Ku, tetapi
kenapa engkau cinta pula kepada yang lain? Buatlah pilihan apakah
cinta kepadaKu saja atau cinta kepada anak dan istrimu.' dengan
segera aku berdoa: “Dengarlah rayuanku wahai Tuhan, oleh karna
cinta kepada anak telah menarik perhatianku daripada-Mu walaupun
hanya sedetik, maka lebih baiklah Engkau cabut nyawaku atau
nyawanya.”
Allah kabulkan doa Ibrahim bin Adham,
lalu nyawa anaknya itupun dicabut. Peristiwa yang berlaku pada diri
Ibrahim ini sesungguhnya menjelaskan betapa hati wali-wali Allah
hanya boleh diisi dengan satu cinta saja yaitu cinta kepada Allah
SWT.
hati wali adalah hati yang tidak putus
mengingati Allah. Kalau terjadi kepada hatinya mengingati selain
daripada Allah walaupun sedetik, maka Allah akan mengujinya dengan
cobaan-cobaan. Selepas dicoba dengan bala ataupun nikmat, kalau
semakin meningkat hubungan hatinya dengan Allah maka maqamnya akan
ditingkatkan. Selepas dicoba dengan bala atau nikmat tetapi hubungan
hatinya dengan Allah semakin tipis, maka maqam atau pangkatnya akan
diturunkan.
Misalnya, katakanlah seorang wali Allah
yang miskin diuji dengan limpahan nikmat. Wali Allah yang dipandang
hina diuji menjadi popular. Wali Allah yang berjawatan dan berpangkat
diuji dengan terlucut jawatan dan terhina. Wali Allah yang terasa
didalam hatinya sesekali lebih mencintai istri daripada mencintai
Allah akan diuji dengan kegoncangan rumah tangga. Wali Allah yang
mencintai anak lebih daripada Allah diuji dengan ragam anak-anak atau
lebih berat dari itu seperti ujian yang ditimpakan kepada Ibrahim bin
Adham.
Dalam masa menghadapi ujian itu
sekiranya hati para wali Allah lebih mendekati Allah dalam bentuk
syukur, sabar atau redha dan menyelesaikan masalah mengikut panduan
syariat. Maka maqamnya akan dinaikkan dan dihadiahkan kepadanya
kebaikan hati dan peningkatan iman. Waktu ini berlakulah pertemuan
yang intim antara hamba dengan Tuhan. Yang dimaksudkan pertemuan
dengan Tuhan, bukan seperti bertemunya antara seekor semut dengan
seekor semut yang lain, tetapi bertemunya antara sifat Tuhan dan
sifat hamba: Tuhan adil, hamba adil, Tuhan sabar, hamba sabar. Tuhan
pemaaf, hamba pemaaf. Inilah yang dimaksudkan pertemuan antara hamba
dengan Tuhan sebelum pertemuan dihari Akhirat.
Sangat Ikhlas kepada Allah
selalunya orang yang berbudi
mengharapkan balasan, seperti orang yang beribadah kepada Allah
mengharapkan balasan syurga. Walaupun itu bukan satu dosa tetapi bagi
wali Allah sikap tersebut adalah sikap peringkat rendah bagi mereka
yang meniti jalan kesufian. Hati wali-wali Allah sangat ikhlas dalam
beribadah, berjuang dan berkorban untuk Allah. Mereka tidak
mengharapkan sembarang balasan yang ada di dunia maupun di Akhirat,
malah ada yang menolak kalau mau dibalas.
Mereka beribadah, berjuang dan
berkorban bukan juga atas dasar takut kepada Allah seperti seorang
pekerja yang menjalankan tugas atas dasar takut kepada 'bos'nya.
Mereka beribadah, berjuang dan berkorban adalah atas dasar cinta yang
mendalam kepada Allah Swt. hati-hati wali Allah sama sekali tidak
takut kepada siksa neraka tetapi mereka amat takut kalau terputus
cinta dari Allah. Ada wali-walh Allah di dunia yang mati karna
terlekang sebentar dari Allah SWT. Jeritan ahli-ahli syurga karna
tidak dapat melihat wajah Allah lebih dahsyat dari jeritan ahli-ahli
neraka yang menanggung azab siksa.
Seorang wali Allah perempuan berbisik
kepada Allah, “Aku menyembah bukan karna takutkan Neraka-Mu, tidak
juga karna harapkan Syurga-Mu tetapi karna kemuliaan cintaku
kepada-Mu.” Rabiatul Adawiyah pula berbisik kepada Allah :
“Tuhanku! Apa saja yang Engkau hendak kurniakan kepadaku berkenaan
dunia, berikanlah kepada musuhku, dan apa saja kebaikan yang Engkau
hendak kurniakan kepadaku berkenaan akhirat, berikanlah kepada
orang-orang yang beriman. Aku hanya hendakkan Engkau karna Engkau.
Biarlah aku tidak dapat Syurga ataupun Neraka. Aku hendak pandangan
Engkau padaku saja.”
Seperkara lagi yang perlu diketahui,
hati wali-wali Allah ini sangat lurus. Diantara kelurusannya ialah
kalau wali-wali Allah berniat untuk melakukan sesuatu maka niatnya
akan menjadi nazar. Maksudnya, niat mereka menjadi kewajiban untuk
ditunaikan. Misalnya, wali-wali Allah berniat untuk sembahyang
sepnajang malam maka mereka mesti berusaha untuk menunaikannya karna
sudah menjadi satu kewajiban.
Suatu hari seorang wali Allah sedang
mencangkul tanah untuk bercocok tanam. Tiba-tiba lalu sorang wali
Allah yang terbang di udara. Wali Allah yang terbang diudara mengajak
wali Allah yang sedang mencangkul tanah untuk pergi ke Mekkah. Tapi
Wali Allah yang sedang mencangkul menolak karna dia sudah berniat
dihatinya untuk mencangkul tanah dan bercocok tanam pada hari itu.
Walaupun pergi ke Mekkah merupakan satu nikmat tetapi peluang
tersebut terpaksa ditolak karna niatnya telah menjadi satu kewajiban
yang mesti ditunaikan terlebih dahulu.
Hati wali-wali Allah juga sangat lurus
dengan manusia. Mereka bukan saja sangat amanah dengan Allah tetapi
juga sangat amanah dengan manusia. Menurut sebuah riwayat, seorang
tuan kebun delima telah mengambil Ibrahim bin Adham sebagai
pekerjanya karna beliau tidak mengenali pekerjanya itu adalah Ibrahim
bin Adham, seorang wali besar yang terhormat. Pada suatu hari, tuan
kebun delima menyuruh Ibrahim memetik buah delima yang manis. Ibrahim
pun memetik beberapa biji tetapi didapati semuanya masam. Lalu
tuannya berkata, “Kamu telah bekerja berbulan-bulan di kebun
delimaku tetapi masih tidak dapat membedakan mana satu pokok delima
yang manis dan mana satu pokok delima yang masam.”
Ibrahim menjawab: “Aku hanya digaji
untuk menjaga kebun delima, bukan untuk merasainya.” tuan kebun itu
berkata, “Jadi, kamu ini Ibrahim bin Adham!” Lalu Ibrahim pun
menghilangkan diri dari situ.
Keluasan sifat-sifat terpuji pada hati
wali-wali Allah tidak ada batasan seperti tidak ada batasannya 'rasa
cinta' wali-wali kepada Allah Swt/ kalau lagu melayu mendendangkan
'Cinta itu ibarat lautan yang tidak bertepi', maka keluasan
sifat-sifat terpuji pda hati wali-wali Allah itu lebih luas dari
lautan yang tidak bertepi karna cinta dengan Allah adalah cinta
derajat tinggi yang meliputi hingga ke alama malakut. Orang yang
berenang dalam lautan cinta dengan manusia akan terasa perasaan yang
aneh-aneh, maka wali-wali Allah yang berenang dalam lautan cinta
dengan Allah pula akan merasakan rasa dan pandangan-pandangan yang
luar biasa. Banyak rahasia Tuhan yang akan dibeberkan kepada
wali-wali Allah seperti seorang pemuda yang akan menbeberkan segala
rahasia hidupnya kepada wanita yang dicintai. Kata Imam Ja'far
As-Shadiq : “Rahasia itu dibukakan kepadaku tatkala aku tenggelam
dalam cinta dengan Allah.”
Antara rahasia-rahasia tuhan yang akan
dibeberkan kepada wali-wali Allah ialah kemampuan membaca hati
manusia. Ibrahim Ar-Raqi bercerita :
“Pada suatu hari, aku telah pergi ke
rumah Abdul Khair at Tainani dan waktu itu masuklah waktu maghrib.
Beliau menjadi imam dan aku dapati bacaan Fatehahnya tidak betul.
Lantaran itu akupun berkata didalam hati, 'Sia-sia saja kedatangan
aku ke sini hari ini'. Selepas sholat, aku turun keluar rumah untuk
bersuci. Tiba-tiba muncul seekor harimau dan aku pun menjerit meminta
tolong. Lalu Abdul Khair turun menghalau harimau tersebut sambil
berkata: “Bukankah aku sudah katakan kepadamu, jangan ganggu
tamu-tamuku!” Harimau itupun pergi dari situ karna mematuhi arahan
Abdul Khair. Abdul Khair berkata kepadaku : “Kamu sibuk mengatur
yang lahir maka kamu takut kepada harimau. Sedangkan kami sibuk
mengatur yang batin maka harimau takut kepada kami.”
Orang awam tidak dapat mengetahui
rahasia-rahasia tuhan karna hati mereka telah terisi dengan cinta
kepada manusia. Cinta kepada manusia lebih banyak bersumber tuntutan
hawa nafsu. Artinya, mereka menyediakan jembatan kepada syaithan
untuk masuk kedalam hati karna syaithan hanya boleh meniti dihati
manusia dengan adanya hawa nafsu. Maka masuklah syaithan-syaithan
mengerumuni hati sehingga terhijab pandangan manusia dari Allah.
Sabda Rasulullah yang maksudnya: “Hati manusia kalau tidak
dikerumuni syaithan, niscaya ia akan melihat kerajaan langit”
wali-wali Allah juga disebut sebagai
golongan Ulul AlBab. Berarti yang mempunyai mata hati. Maksudnya,
mata hati wali-wali Allah sangat tajam dan mempunyai pandangan yang
tembus dan cepas mengesan akan tipu daya syaithan dan tarikan hawa
nafsu. Oleh itu janganlah kita mengartikan wali-wali Allah itu hanya
golongan yang boleh mengadakan perkara-perkara magic atau ajaib.
Perkara magic itu orang tidak wali pun boleh buat seperti Davic
Copperfield dan ahli-ahli sihir Firaun. (Sumber buku “Bagaimana
menjadi wali” Karya Ust. Abd. Halim Abbas Hal 88-99)
No comments:
Post a Comment