Kiat Agar Tetap Istiqomah

Keutamaan Orang yang Bisa Terus Istiqomah

Yang dimaksud istiqomah adalah menempuh jalan (agama) yang lurus (benar) dengan tidak berpaling ke
kiri maupun ke kanan. Istiqomah ini mencakup pelaksanaan semua bentuk ketaatan (kepada Allah) lahir
dan batin, dan meninggalkan semua bentuk larangan-Nya.1 Inilah pengertian istiqomah yang disebutkan
oleh Ibnu Rajab Al Hambali.

Di antara ayat yang menyebutkan keutamaan istiqomah adalah firman Allah Ta’ala,

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Rabb kami ialah Allah" kemudian mereka istiqomah pada
pendirian mereka, maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan): "Janganlah kamu
merasa takut dan janganlah kamu merasa sedih; dan bergembiralah kamu dengan (memperoleh) surga yang
telah dijanjikan Allah kepadamu".” (QS. Fushilat: 30)


Yang dimaksud dengan istiqomah di sini terdapat tiga pendapat di kalangan ahli tafsir:

[1] Istiqomah di atas tauhid, sebagaimana yang dikatakan oleh Abu Bakr Ash Shidiq dan Mujahid,

[2] Istiqomah dalam ketaatan dan menunaikan kewajiban Allah, sebagaimana dikatakan oleh Ibnu ‘Abbas,
Al Hasan dan Qotadah,
[3] Istiqomah di atas ikhlas dan dalam beramal hingga maut menjemput, sebagaimana dikatakan oleh
Abul ‘Aliyah dan As Sudi.2 Dan sebenarnya istiqomah bisa mencakup tiga tafsiran ini karena semuanya
tidak saling bertentangan.

Ayat di atas menceritakan bahwa orang yang istiqomah dan teguh di atas tauhid dan ketaatan, maka
malaikat pun akan memberi kabar gembira padanya ketika maut menjemput3 “Janganlah takut dan
janganlah bersedih”.

Mujahid, ‘Ikrimah, dan Zaid bin Aslam menafsirkan ayat tersebut: “Janganlah takut pada akhirat yang akan
kalian hadapi dan janganlah bersedih dengan dunia yang kalian tinggalkan yaitu anak, keluarga, harta dan
tanggungan utang. Karena para malaikat nanti yang akan mengurusnya.” Begitu pula mereka diberi kabar
gembira berupa surga yang dijanjikan. Dia akan mendapat berbagai macam kebaikan dan terlepas dari
berbagai macam kejelekan. 4

Zaid bin Aslam mengatakan bahwa kabar gembira di sini bukan hanya dikatakan ketika maut menjemput,
namun juga ketika di alam kubur dan ketika hari berbangkit. Inilah yang menunjukkan keutamaan
seseorang yang bisa istiqomah.

Al Hasan Al Bashri ketika membaca ayat di atas, ia pun berdo’a, “Allahumma anta robbuna, farzuqnal
istiqomah (Ya Allah, Engkau adalah Rabb kami. Berikanlah keistiqomahan pada kami).”5

Yang serupa dengan ayat di atas adalah firman Allah subhanahu wa ta’ala,

,

“Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan: "Rabb kami ialah Allah", kemudian mereka tetap istiqamah
maka tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan mereka tiada (pula) berduka cita. Mereka itulah
penghuni-penghuni surga, mereka kekal di dalamnya; sebagai balasan atas apa yang telah mereka kerjakan.”
(QS. Al Ahqaf: 13-14).

Dari Abu 'Amr atau Abu 'Amrah Sufyan bin Abdillah, beliau berkata,

“Wahai Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, ajarkanlah kepadaku dalam (agama) islam ini ucapan (yang
mencakup semua perkara islam sehingga) aku tidak (perlu lagi) bertanya tentang hal itu kepada orang lain
setelahmu [dalam hadits Abu Usamah dikatakan, “selain engkau”]. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda, "Katakanlah: "Aku beriman kepada Allah", kemudian beristiqamahlah dalam ucapan itu."6 Ibnu
Rajab mengatakan, “Wasiat Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ini sudah mencakup wasiat dalam agama ini
seluruhnya.”7

Pasti Ada Kekurangan dalam Istiqomah

Ketika kita ingin berjalan di jalan yang lurus dan memenuhi tuntutan istiqomah, terkadang kita tergelincir
dan tidak bisa istiqomah secara utuh. Lantas apa yang bisa menutupi kekurangan ini? Jawabnnya adalah
pada firman Allah Ta’ala,

“Katakanlah: "Bahwasanya aku hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku
bahwasanya Rabbmu adalah Rabb Yang Maha Esa, maka tetaplah istiqomah pada jalan yan lurus menuju
kepada-Nya dan mohonlah ampun kepada-Nya.” (QS. Fushilat: 6). Ayat ini memerintahkan untuk
istiqomah sekaligus beristigfar (memohon ampun pada Allah).

Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan, “Ayat di atas “Istiqomahlah dan mintalah ampun kepada-Nya”
merupakan isyarat bahwa seringkali ada kekurangan dalam istiqomah yang diperintahkan. Yang menutupi
kekurangan ini adalah istighfar (memohon ampunan Allah). Istighfar itu sendiri mengandung taubat dan
istiqomah (di jalan yang lurus).”8

Kiat Agar Tetap Istiqomah

Ada beberapa sebab utama yang bisa membuat seseorang tetap teguh dalam keimanan.

Pertama: Memahami dan mengamalkan dua kalimat syahadat dengan baik dan benar.

Allah Ta’ala berfirman,

“Allah meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di
dunia dan di akhirat; dan Allah menyesatkan orang-orang yang lalim dan memperbuat apa yang Dia
kehendaki.” (QS. Ibrahim: 27)

Tafsiran ayat “Allah meneguhkan orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh ...” dijelaskan
dalam hadits berikut.
“Jika seorang muslim ditanya di dalam kubur, lalu ia berikrar bahwa tidak ada sesembahan yang berhak
disembah selain Allah dan Muhammad adalah utusan Allah, maka inilah tafsir ayat: “Allah meneguhkan
(iman) orang-orang yang beriman dengan ucapan yang teguh itu dalam kehidupan di dunia dan di akhirat”.”9

Qotadah As Sadusi mengatakan, “Yang dimaksud Allah meneguhkan orang beriman di dunia adalah
dengan meneguhkan mereka dalam kebaikan dan amalan sholih. Sedangkan di akhirat, mereka akan
diteguhkan di kubur (ketika menjawab pertanyaan malaikat Munkar dan Nakir, pen).” Perkataan semacam
Qotadah diriwayatkan dari ulama salaf lainnya.10

Mengapa Allah bisa teguhkan orang beriman di dunia dengan terus beramal sholih dan di akhirat (alam
kubur) dengan dimudahkan menjawab pertanyaan malaikat “Siapa Rabbmu, siapa Nabimu dan apa
agamamu”? Jawabannya adalah karena pemahaman dan pengamalannya yang baik dan benar terhadap
dua kalimat syahadat. Dia tentu memahami makna dua kalimat syahadat dengan benar. Memenuhi rukun
dan syaratnya. Serta dia pula tidak menerjang larangan Allah berupa menyekutukan-Nya dengan selain-
Nya, yaitu berbuat syirik.

Oleh karena itu, kiat pertama ini menuntunkan seseorang agar bisa beragama dengan baik yaitu
mengikuti jalan hidup salaful ummah yaitu jalan hidup para sahabat yang merupakan generasi terbaik dari
umat ini. Dengan menempuh jalan tersebut, ia akan sibuk belajar agama untuk memperbaiki aqidahnya,
mendalami tauhid dan juga menguasai kesyirikan yang sangat keras Allah larang sehingga harus dijauhi.
Oleh karena itu, jalan yang ia tempuh adalah jalan Ahlus Sunnah wal Jama’ah dalam beragama yang
merupakan golongan yang selamat yang akan senantiasa mendapatkan pertolongan Allah.

Kedua: Mengkaji Al Qur'an dengan menghayati dan merenungkannya.

Allah menceritakan bahwa Al Qur’an dapat meneguhkan hati orang-orang beriman dan Al Qur’an adalah
petunjuk kepada jalan yang lurus. Allah Ta’ala berfirman,

“Katakanlah: "Ruhul Qudus (Jibril)11 menurunkan Al Qur'an itu dari Rabbmu dengan benar, untuk
meneguhkan (hati) orang-orang yang telah beriman, dan menjadi petunjuk serta kabar gembira bagi orang-
orang yang berserah diri (kepada Allah)".” (QS. An Nahl: 102)

Oleh karena itu, Al Qur’an itu diturunkan secara beangsur-angsur untuk meneguhkan hati Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam sebagaimana terdapat dalam ayat,
“Berkatalah orang-orang yang kafir: "Mengapa Al Qur'an itu tidak diturunkan kepadanya sekali turun saja?";
demikianlah supaya Kami perkuat hatimu dengannya dan Kami membacakannya secara tartil (teratur dan
benar).” (QS. Al Furqon: 32)

Al Qur’an adalah jalan utama agar seseorang bisa terus kokoh dalam agamanya. 12 Alasannya, karena Al
Qur’an adalah petunjuk dan obat bagi hati yang sedang ragu. Sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,

“Al Qur'an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Fushilat: 44). Qotadah
mengatakan, “Allah telah menghiasi Al Qur’an sebagai cahaya dan keberkahan serta sebagai obat
penawar bagi orang-orang beriman.”13 Ibnu Katsir menafsirkan ayat tersebut, “Katakanlah wahai
Muhammad, Al Qur’an adalah petunjuk bagi hati orang beriman dan obat penawar bagi hati dari berbagai
keraguan.”14

Oleh karena itu, kita akan saksikan keadaan yang sangat berbeda antara orang yang gemar mengkaji Al
Qur’an dan merenungkannya dengan orang yang hanya menyibukkan diri dengan perkataan filosof dan
manusia lainnya. Orang yang giat merenungkan Al Qur’an dan memahaminya, tentu akan lebih kokoh dan
teguh dalam agama ini. Inilah kiat yang mesti kita jalani agar kita bisa terus istiqomah.

Ketiga: Iltizam (konsekuen) dalam menjalankan syari’at Allah

Maksudnya di sini adalah seseorang dituntunkan untuk konsekuen dalam menjalankan syari’at atau dalam
beramal dan tidak putus di tengah jalan. Karena konsekuen dalam beramal lebih dicintai oleh Allah
daripada amalan yang sesekali saja dilakukan. Sebagaimana disebutkan dalam hadits dari ’Aisyah –
radhiyallahu ’anha-, beliau mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

”Amalan yang paling dicintai oleh Allah Ta’ala adalah amalan yang kontinu walaupun itu sedikit.” ’Aisyah
pun ketika melakukan suatu amalan selalu berkeinginan keras untuk merutinkannya. 15

An Nawawi rahimahullah mengatakan, ”Ketahuilah bahwa amalan yang sedikit namun konsekuen
dilakukan, itu lebih baik dari amalan yang banyak namun cuma sesekali saja dilakukan. Ingatlah bahwa
amalan sedikit yang rutin dilakukan akan melanggengkan amalan ketaatan, dzikir, pendekatan diri pada
Allah, niat dan keikhlasan dalam beramal, juga akan membuat amalan tersebut diterima oleh Sang Kholiq
Subhanahu wa Ta’ala. Amalan sedikit namun konsekuen dilakukan akan memberikan ganjaran yang besar
dan berlipat dibandingkan dengan amalan yang sedikit namun sesekali saja dilakukan.”
Ibnu Rajab Al Hambali menjelaskan, ”Amalan yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam adalah
amalan yang konsekuen dilakukan (kontinu). Beliau pun melarang memutuskan amalan dan
meninggalkannya begitu saja. Sebagaimana beliau pernah melarang melakukan hal ini pada sahabat
’Abdullah bin ’Umar.”17 Yaitu Ibnu ’Umar dicela karena meninggalkan amalan shalat malam.

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash radhiyallahu ‘anhuma, ia mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam berkata padanya,

”Wahai ‘Abdullah, janganlah engkau seperti si fulan. Dulu dia biasa mengerjakan shalat malam, namun
sekarang dia tidak mengerjakannya lagi.”18

Selain amalan yang kontinu dicintai oleh Allah, amalan tersebut juga dapat mencegah masuknya virus
”futur” (jenuh untuk beramal). Jika seseorang beramal sesekali namun banyak, kadang akan muncul rasa
malas dan jenuh. Sebaliknya jika seseorang beramal sedikit namun ajeg (terus menerus), maka rasa malas
pun akan hilang dan rasa semangat untuk beramal akan selalu ada. Itulah mengapa kita dianjurkan untuk
beramal yang penting kontinu walaupun jumlahnya sedikit.

Keempat: Membaca kisah-kisah orang sholih sehingga bisa dijadikan uswah (teladan) dalam istiqomah.

Dalam Al Qur'an banyak diceritakan kisah-kisah para nabi, rasul, dan orang-orang yang beriman yang
terdahulu. Kisah-kisah ini Allah jadikan untuk meneguhkan hati Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
dengan mengambil teladan dari kisah-kisah tersebut ketika menghadapi permusuhan orang-orang kafir.
Allah Ta’ala berfirman,

"Dan semua kisah dari rasul-rasul Kami ceritakan kepadamu, ialah kisah-kisah yang dengannya Kami
teguhkan hatimu; dan dalam surat ini telah datang kepadamu kebenaran serta pengajaran dan peringatan
bagi orang-orang yang beriman." (QS. Hud: 11)

Contohnya kita bisa mengambil kisah istiqomahnya Nabi Ibrahim.

“Mereka berkata: "Bakarlah dia dan bantulah tuhan-tuhan kamu, jika kamu benar-benar hendak bertindak".
Kami berfirman: "Hai api menjadi dinginlah, dan menjadi keselamatanlah bagi Ibrahim". mereka hendak
berbuat makar terhadap Ibrahim, maka Kami menjadikan mereka itu orang-orang yang paling merugi.” (QS.
Al Anbiya’: 68-70)
Ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma berkata,

“Akhir perkataan Ibrahim ketika dilemparkan dalam kobaran api adalah “hasbiyallahu wa ni’mal wakil”
(Cukuplah Allah sebagai penolong dan sebaik-baik tempat bersandar).”19 Lihatlah bagaimana keteguhan
Nabi Ibrahim dalam menghadapi ujian tersebut? Beliau menyandarkan semua urusannya pada Allah,
sehingga ia pun selamat. Begitu pula kita ketika hendak istiqomah, juga sudah seharusnya melakukan
sebagaimana yang Nabi Ibrahim contohkan. Ini satu pelajaran penting dari kisah seorang Nabi.

Begitu pula kita dapat mengambil pelajaran dari kisah Nabi Musa ‘alaihis salam dalam firman Allah,

“Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah pengikut-pengikut Musa: "Sesungguhnya kita
benar-benar akan tersusul". Musa menjawab: "Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku
besertaku, kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku".” (QS. Asy Syu’aro: 61-62). Lihatlah bagaimana
keteguhan Nabi Musa ‘alaihis salam ketika berada dalam kondisi sempit? Dia begitu yakin dengan
pertolongan Allah yang begitu dekat. Inilah yang bisa kita contoh.

Oleh karena itu, para salaf sangat senang sekali mempelajari kisah-kisah orang sholih agar bisa diambil
teladan sebagaimana mereka katakan berikut ini.

Basyr bin Al Harits Al Hafi mengatakan,

“Betapa banyak manusia yang telah mati (yaitu orang-orang yang sholih, pen) membuat hati menjadi hidup
karena mengingat mereka. Namun sebaliknya, ada manusia yang masih hidup (yaitu orang-orang fasik, pen)
membuat hati ini mati karena melihat mereka.”20 Itulah orang-orang sholih yang jika dipelajari jalan
hidupnya akan membuat hati semakin hidup, walaupun mereka sudah tidak ada lagi di tengah-tengah
kita. Namun berbeda halnya jika yang dipelajari adalah kisah-kisah para artis, yang menjadi public figure.
Walaupun mereka hidup, bukan malah membuat hati semakin hidup. Mengetahui kisah-kisah mereka
mati membuat kita semakin tamak pada dunia dan gila harta. Wallahul muwaffiq.

Imam Abu Hanifah juga lebih senang mempelajari kisah-kisah para ulama dibanding menguasai bab fiqih.
Beliau rahimahullah mengatakan,
“Kisah-kisah para ulama dan duduk bersama mereka lebih aku sukai daripada menguasai beberapa bab fiqih.
Karena dalam kisah mereka diajarkan berbagai adab dan akhlaq luhur mereka.”21

Begitu pula yang dilakukan oleh Ibnul Mubarok yang memiliki nasehat-nasehat yang menyentuh qolbu.
Sampai-sampai ‘Abdurrahman bin Mahdi mengatakan mengenai Ibnul Mubarok, “Kedua mataku ini tidak
pernah melihat pemberi nasehat yang paling bagus dari umat ini kecuali Ibnul Mubarok.”22

Nu’aim bin Hammad mengatakan, “Ibnul Mubarok biasa duduk-duduk sendirian di rumahnya. Kemudian
ada yang menanyakan pada beliau, “Apakah engkau tidak kesepian?” Ibnul Mubarok menjawab,
“Bagaimana mungkin aku kesepian, sedangkan aku selalu bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam?” 23
Maksudnya, Ibnul Mubarok tidak pernah merasa kesepian karena sibuk mempelajari jalan hidup Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam.

Itulah pentingnya merenungkan kisah-kisah orang sholih. Hati pun tidak pernah kesepian dan gundah
gulana, serta hati akan terus kokoh.

Kelima: Memperbanyak do’a pada Allah agar diberi keistiqomahan.

Di antara sifat orang beriman adalah selalu memohon dan berdo’a kepada Allah agar diberi keteguhan di
atas kebenaran. Dalam Al Qur'an Allah Ta’ala memuji orang-orang yang beriman yang selalu berdo'a
kepada-Nya untuk meminta keteguhan iman ketika menghadapi ujian. Allah Ta’ala berfirman,

"Dan berapa banyaknya nabi yang berperang bersama-sama mereka sejumlah besar dari pengikut(nya) yang
bertaqwa. Mereka tidak menjadi lemah karena bencana yang menimpa mereka di jalan Allah, dan tidak lesu
dan tidak (pula) menyerah (kepada musuh). Allah menyukai orang-orang sabar. Tidak ada do'a mereka selain
ucapan: 'Ya Rabb kami, ampunilah dosa-dosa kami dan tindakan-tindakan kami yang berlebih-lebihan dalam
urusan kami dan teguhkanlah pendirian kami, dan tolonglah kami terhadap kaum yang kafir'. Karena itu Allah
memberikan kepada mereka pahala di dunia dan pahala yang baik di akhirat. Dan Allah menyukai orang-
orang yang berbuat kebaikan" (QS. Ali 'Imran: 146-148).

Dalam ayat lain Allah Ta’ala berfirman,

"Ya Rabb kami, limpahkanlah kesabaran atas diri kami, dan teguhkanlah pendirian kami dan tolonglah kami
terhadap orang-orang kafir" (QS. Al Baqarah: 250)
Do’a lain agar mendapatkan keteguhan dan ketegaran di atas jalan yang lurus adalah,

“Ya Rabb kami, janganlah Engkau jadikan hati kami condong kepada kesesatan sesudah Engkau beri petunjuk
kepada kami, dan karuniakanlah kepada kami rahmat dari sisi Engkau; karena sesungguhnya Engkau-lah
Maha Pemberi (karunia).” (QS. Ali Imron: 8)

Do’a yang paling sering Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam panjatkan adalah,

“Ya muqollibal qulub tsabbit qolbi ‘alaa diinik (Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah
hatiku di atas agama-Mu).”

Ummu Salamah pernah menanyakan kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, kenapa do’a tersebut
yang sering beliau baca. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya menjawab,

“Wahai Ummu Salamah, yang namanya hati manusia selalu berada di antara jari-jemari Allah. Siapa saja
yang Allah kehendaki, maka Allah akan berikan keteguhan dalam iman. Namun siapa saja yang dikehendaki,
Allah pun bisa menyesatkannya.”24

Dalam riwayat lain dikatakan,

“Sesungguhnya hati berada di tangan Allah ‘azza wa jalla, Allah yang membolak-balikkannya.”25

Keenam: Bergaul dengan orang-orang sholih.

Allah menyatakan dalam Al Qur'an bahwa salah satu sebab utama yang membantu menguatkan iman
para shahabat Nabi adalah keberadaan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di tengah-tengah mereka.
Allah Ta’ala berfirman,

"Bagaimana mungkin (tidak mungkin) kalian menjadi kafir, sedangkan ayat-ayat Allah dibacakan kepada
kalian, dan Rasul-Nyapun berada ditengah-tengah kalian? Dan barangsiapa yang berpegang teguh kepada
(agama) Allah maka sesungguhnya dia telah diberi petunjuk kepada jalan yang lurus." (QS. Ali 'Imran: 101).
Allah juga memerintahkan agar selalu bersama dengan orang-orang yang baik. Allah Ta’ala berfirman,

"Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah, dan hendaklah kamu bersama orang-orang yang
benar(jujur)." (QS. At Taubah: 119).

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengajarkan kepada kita agar bersahabat dengan orang yang dapat
memberikan kebaikan dan sering menasehati kita.

“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman
dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau
bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak
mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak.” 26

Ibnu Hajar Al Asqolani mengatakan, “Hadits ini menunjukkan larangan berteman dengan orang-orang
yang dapat merusak agama maupun dunia kita. Dan hadits ini juga menunjukkan dorongan agar bergaul
dengan orang-orang yang dapat memberikan manfaat dalam agama dan dunia.”27

Para ulama pun memiliki nasehat agar kita selalu dekat dengan orang sholih.

Al Fudhail bin ‘Iyadh berkata,

“Pandangan seorang mukmin kepada mukmin yang lain akan mengilapkan hati.”28 Maksud beliau adalah
dengan hanya memandang orang sholih, hati seseorang bisa kembali tegar. Oleh karenanya, jika orang-
orang sholih dahulu kurang semangat dan tidak tegar dalam ibadah, mereka pun mendatangi orang-orang
sholih lainnya.

‘Abdullah bin Al Mubarok mengatakan, “Jika kami memandang Fudhail bin ‘Iyadh, kami akan semakin
sedih dan merasa diri penuh kekurangan.”

Ja’far bin Sulaiman mengatakan, “Jika hati ini ternoda, maka kami segera pergi menuju Muhammad bin
Waasi’.”
Ibnul Qayyim mengisahkan, “Kami (murid-murid Ibnu Taimiyyah), jika kami ditimpa perasaan gundah
gulana atau muncul dalam diri kami prasangka-prasangka buruk atau ketika kami merasakan sempit
dalam menjalani hidup, kami segera mendatangi Ibnu Taimiyah untuk meminta nasehat. Maka dengan
hanya memandang wajah beliau dan mendengarkan nasehat beliau serta merta hilang semua kegundahan
yang kami rasakan dan berganti dengan perasaan lapang, tegar, yakin dan tenang”.30

Itulah pentingnya bergaul dengan orang-orang yang sholih. Oleh karena itu, sangat penting sekali mencari
lingkungan yang baik dan mencari sahabat atau teman dekat yang semangat dalam menjalankan agama
sehingga kita pun bisa tertular aroma kebaikannya. Jika lingkungan atau teman kita adalah baik, maka
ketika kita keliru, ada yang selalu menasehati dan menyemangati kepada kebaikan.

Kalau dalam masalah persahabatan yang tidak bertemu setiap saat, kita dituntunkan untuk mencari
teman yang baik, apalagi dengan mencari pendamping hidup yaitu suami atau istri. Pasangan suami istri
tentu saja akan menjalani hubungan bukan hanya sesaat. Bahkan suami atau istri akan menjadi teman
ketika tidur. Sudah sepantasnya, kita berusaha mencari pasangan yang sholih atau sholihah. Kiat ini juga
akan membuat kita semakin teguh dalam menjalani agama.

Demikian beberapa kiat mengenai istiqomah. Semoga Allah senantiasa meneguhkan kita di atas ajaran
agama yang hanif (lurus) ini. Wahai Dzat yang Maha Membolak-balikkan hati, teguhkanlah hati kami di atas
agama-Mu.

No comments:

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...